Mahasiswa
dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat, dengan
kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada sedikit di
atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan
suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan
(seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini
murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal
yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.
Berdasarkan
berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak
sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri
tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa itu sudah
bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan pula
pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat,
namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu perlu
dirumuskan perihal peran, fungsi, dan posisi mahasiswa untuk menentukan arah
perjuangan dan kontribusi mahasiswa tersebut.
1. Peran Mahasiswa
1.1 Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”
Mahasiswa
dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi
manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya
dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu
merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri
bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan
pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu
kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya
merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi
mereka yang memiliki kesempatan.
Peranan
mahasiswa yang tak kalah penting adalah iron
stock atau mahasiswa dengan ketangguhan idealismenya akan menjadi
pengganti generasi-generasi sebelumny, tentu dengan kemampuan dan akhlak mulia.
Dapat dikatakan, bahwa mahasiswa adalah aset, cadangan, dan harapan bangsa masa
depan. Peran organisasi kampus tentu mempengaruhi kualitas mahasiswa,
kaderasasi yang baik dan penanaman nilai yang baik tentu akan meningkatkan
kualitas mahasiswa yang menjadi calon pemimpin masa depan. Pasti timbul
pertanyaan, bagaimana cara mempersiapkan mahasiswa agar menjadi calon pemimpin
yang siap pakai? Tentu jawabannya adalah dengan memperkaya pengetahuan yang ada
terhadap masyarakatnya. Selain itu, mempelajari berbagai kesalahan yang ada
pada generasi sebelumnya juga diperlukan sehingga menjadi bahan evaluasi dalam
pengembangan diri.
Ada
satu pertanyaan yang menggelitik bagi saya, mengapa bernama iron stock? Bukan golden atau silver stock? Hal ini
masuk akal, karena sifat besi itu sendiri yang berkarat dalam jangka waktu
lama, sehingga diperlukan pengganti besi-besi sebelumnya. Filosofi ini dapat
dibenarkan, karena manusia yang disimbolkan sebagai besi tentu akan mati dan
kehilangan tenaganya, maka dari itu dibutuhkan generasi manusia baru sebagai
pengganti yang lebih baik.
1.2 Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value”
Mahasiswa
sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga
nilai-nilai di masyarakat. Lalu sekarang pertanyaannya adalah, “Nilai seperti
apa yang harus dijaga ??” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus melihat
mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu berpikir ilmiah dalam mencari
kebenaran. Kita harus memulainya dari hal tersebut karena bila kita renungkan
kembali sifat nilai yang harus dijaga tersebut haruslah mutlak kebenarannya
sehingga mahasiswa diwajibkan menjaganya.
Sedikit
sudah jelas, bahwa nilai yang harus dijaga adalah sesuatu yang bersifat benar
mutlak, dan tidak ada keraguan lagi di dalamnya. Nilai itu jelaslah bukan hasil
dari pragmatisme, nilai itu haruslah bersumber dari suatu dzat yang Maha Benar
dan Maha Mengetahui.
Selain
nilai yang di atas, masih ada satu nilai lagi yang memenuhi kriteria sebagai
nilai yang wajib dijaga oleh mahasiswa, nilai tersebut adalah nilai-nilai dari
kebenaran ilmiah. Walaupun memang kebenaran ilmiah tersebut merupakan
representasi dari kebesaran dan keeksisan Allah, sebagai dzat yang Maha
Mengetahui. Kita sebagai mahasiswa harus mampu mencari berbagai kebenaran
berlandaskan watak ilmiah yang bersumber dari ilmu-ilmu yang kita dapatkan dan
selanjutnya harus kita terapkan dan jaga di masyarakat.
Pemikiran Guardian
of Value yang berkembang selama ini hanyalah sebagai penjaga nilai-nilai
yang sudah ada sebelumya, atau menjaga nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran,
kesigapan, dan lain sebagainya. Hal itu tidaklah salah, namun apakah
sesederhana itu nilai yang harus mahasiswa jaga ? Lantas apa hubungannya
nilai-nilai tersebut dengan watak ilmu yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa
? Oleh karena itu saya berpendapat bahwa Guardian of Value adalah penyampai,
dan penjaga nilai-nilai kebenaran mutlak dimana nilai-nilai tersebut diperoleh
berdasarkan watak ilmu yang dimiliki mahasiswa itu sendiri. Watak ilmu sendiri
adalah selalu mencari kebanaran ilmiah.
Penjelasan Guardian
of Value hanya sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada juga memiliki
kelemahan yaitu bilamana terjadi sebuah pergeseran nilai, dan nilai yang telah
bergeser tersebut sudah terlanjur menjadi sebuah perimeter kebaikan di
masyarakat, maka kita akan kesulitan dalam memandang arti kebenaran nilai itu
sendiri.
1.3 Mahasiswa Sebagai “Agent of Change”
Mahasiswa
sebagai Agent of Change,,, hmm.. Artinya adalah mahasiswa sebagai
agen dari suatu perubahan. Lalu kini masalah kembali muncul, “Kenapa harus ada
perubahan ???”. Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita pandang kondisi bangsa
saat ini. Menurut saya kondisi bangsa saat ini jauh sekali dari kondisi ideal,
dimana banyak sekali penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi hati bangsa
ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula
kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnyalah kita melakukan terhadap hal ini.
Lalu alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena
perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun
kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar kita telah berkontribusi
dalam melakukan perubahan, namun tentunya perubahan yang terjadi akan berbeda
dengan ideologi yang kita anut dan kita anggap benar.
Perubahan
merupakan sebuah perintah yang diberikan oleh Allah swt. Berdasarkan Qur’an
surat Ar-Ra’d : 11, dimana dijelaskan bahwa suatu kaum harus mau berubah bila
mereka menginginkan sesuatu keadaan yang lebih baik. Lalu berdasarkan hadis
yang menyebutkan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah
orang yang beruntung, sedangkan orang yang hari ini tidak lebih baik dari
kemarin adalah orang yang merugi. Oleh karena itu betapa pentingnya arti sebuah
perubahan yang harus kita lakukan.
Mahasiswa
adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan
dikarenakan mahasiswa merupakan kaum yang “eksklusif”, hanya 5% dari pemuda yang
bisa menyandang status mahasiswa, dan
dari jumlah itu bisa dihitung pula berapa persen lagi yang mau mengkaji tentang
peran-peran mahasiswa di bangsa dan negaranya ini. Mahasiswa-mahasiswa yang
telah sadar tersebut sudah seharusnya tidak lepas tangan begitu saja. Mereka
tidak boleh membiarkan bangsa ini melakukan perubahan ke arah yang salah.
Merekalah yang seharusnya melakukan perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan itu
sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama
menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh
hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya kincir angin akan
menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat
kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif,
dan lain sebagainya. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa ideologi atau nilai
sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita
harus bisa mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan
yang diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan
hal-hal tersebut.
Sudah jelas
kenapa perubahan itu perlu dilakukan dan kenapa pula mahasiswa harus menjadi
garda terdepan dalam perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan
tersebut haruslah dibuat metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang
lingkup terkecil yaitu diri sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai
ke ruang lingkup yang kita harapkan, yaitu bangsa ini.
1.4 Mahasiswa Sebagai “Moral
Force”
Mahasiswa
sebagai Moral Force yaitu mahasiswa diwajibkan untuk
menjaga moral-moral yang ada. Bila di lingkungan sekitar terjadi hal-hal yang
tidak bermoral, maka mahasiswa dituntut untuk merubah dan meluruskan kembali
sesuai dengan apa yang diharapkan.
Moral force atau kekuatan moral adalah fungsi yang utama dalam
peran mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lalu mengapa harus moral force? Mahasiswa
dalam kehidupannya dituntut untuk dapat memberikan contoh dan teladan yang baik
bagi masyarakat. Hal ini menjadi beralasan karena mahasiswa adalah bagian dari
masyarakat sebagai kaum terpelajar yang memiliki keberuntungan untuk menempuh
pendidikan yang lebih tinggi.
Kini,
peran mahasiswa yang satu ini telah banyak ditinggalkan, banyak kegiatan
mahasiswa yang berorientasi pada kehidupan hedonisme. Amanat dan tanggung jawab
yang telah dipegang oleh mahasiswa sebagai kaum terpelajar telah ditinggalkan
begitu saja. Jika ini terjadi, kegiatan mahasiswa bukan lagi berorientasi pada
rakyat, hal ini pasti akan menyebabkan generasi pengganti hilang. Maka dari
itu, peran moral force sangat
dibutuhkan bagi mahasiswa Indonesia yang secara garis besar memiliki goal menjadikan negara dan
bangsa ini lebih baik.
Mahasiswa
dengan segala keunikan dan kelebihannya masih sangat rentan, sebab posisi
mahasiswa yang dikenal sebagai kaum idealis harus berdiri tegap di antara
idealisme mereka dan realita kenyataan. Realita ini yang ada dalam masyarakat,
di saat mahasiswa tengah berjuang membela idealisme mereka, tenyata di sisi
lain realita yang terjadi di masyarakat semakin buruk. Saat mahasiswa berpihak
pada realita, ternyata secara tak sadar telah meninggalkan idealisme dan ilmu
yang seharusnya di implementasikan. Inilah yang menjadi paradoks mahasiswa saat
ini.
Kehidupan
di kampus adalah miniatur kehidupan bangsa, dimana di dalamnya juga terdapat
keanekaragaman sosial dan budaya. Mahasiswa telah mengarungi kehidupan kampus
yang cukup kompleks tersebut. Dan mereka telah bersosialisasi dan mampu
beradaptasi sehingga tetap eksis di lingkungannya. Mereka juga telah
mendapatkan pendidikan akademis dan politik yang lebih dibandingkan dengan
generasi muda yang lainnya sehingga menempatkan mereka pada golongan elit
pemuda. Namun hal itu bukanlah suatu pekerjaan yang ringan, tapi suatu
pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi, loyalitas, pemikiran, dan kesabaran
yang tinggi.
Menurut salah seorang tokoh yaitu
Arbi Sanit (1985), ada lima hal yang melatarbelakangi penyebab tumbuhnya
kepekaan mahasiswa terhadap pelbagai persoalan yang ujungnya bertitik fokus
pada perjuangan membela kepentingan rakyat, yaitu :
Pertama, mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang
memperoleh pendidikan terbaik memiliki persepektif atau pandangan yang cukup
luas untuk dapat bergerak di semua lapisan masyarakat.
Kedua, mahasiswa sebagai golongan yang cukup lama bergelut dengan dunia akademis dan telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara generasi muda.
Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik di kalangan mahasiswa, dan terjadi akulturasi sosial budaya tinggi di antara mereka.
Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasan, struktur ekonomi, dan memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat sebagai kelompok elit di kalangan kaum muda.
Kelima, mahasiswa rentan terlibat dalam pemikiran, perbincangan, dan penelitian pelbagai masalah yang timbul di tengah kerumunan masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.
Kedua, mahasiswa sebagai golongan yang cukup lama bergelut dengan dunia akademis dan telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara generasi muda.
Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik di kalangan mahasiswa, dan terjadi akulturasi sosial budaya tinggi di antara mereka.
Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasan, struktur ekonomi, dan memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat sebagai kelompok elit di kalangan kaum muda.
Kelima, mahasiswa rentan terlibat dalam pemikiran, perbincangan, dan penelitian pelbagai masalah yang timbul di tengah kerumunan masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.
Bila kita amati dengan seksama,
mahasiswa mempunyai kedudukan yang sangat unik yaitu sebagai kaum yang diterima
oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi.
Keberadaan tersebut juga didukung oleh karakteristik mahasiswa yang rata-rata
masih berusia muda, penuh semangat, dinamis dan tidak takut kehilangan sesuatu
yang merusak idialisme dirinya. Karena itulah di lingkungannya mahasiswa sering
dikatakan sebagai “intelektual sejati”. Ketika harus terjun ke masyarakat,
mereka dapat dengan mudah berbaur, dan ketika harus berurusan dengan kaum
birokrat, mereka mampu mengimbangi dengan kemampuan intelektual dan pendidikan
yang telah diterimanya selama ini. Oleh sebab itu, mereka berperan strategis
dalam kehidupan berbangsa yaitu sebagai penerus cita-cita bangsa.
1.5 Mahasiswa Sebagai “Social
Control”
Peran
mahasiswa sebagai kontrol sosial terjadi ketika ada yang tidak beres atau
ganjil dalam masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa dengan gagasan dan ilmu yang
dimilikinya memiliki peranan menjaga dan memperbaiki nilai dan norma sosial
dalam masyarakat. Mengapa harus menjadi social
control? Kita semua tahu, bahwa mahasiswa itu sendiri lahir dari
rahim rakyat, dan sudah seyogyanya mahasiswa memiliki peran sosial, peran yang
menjaga dan memperbaiki apa yang salah dalam masyarakat.
Saat
ini di Indonesia, masyarakat merasakan bahwa pemerintah hanya memikirkan
dirinya sendiri dalam bertindak. Usut punya usut, pemerintah tidak menepati
janji yang telah diumbar-umbar dalam kampanye mereka. Kasus hukum, korupsi, dan
pendidikan merajalela dalam kehidupan berbangsa bernegara. Inilah potret
mengapa mahasiswa yang notabene sebagai anak rakyat harus bertindak dengan ilmu
dan kelebihan yang dimilikinya. Lalu bagaimana cara agar mahasiswa dapat
berperan sebagai kontrol sosial? Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa sosial yang
peduli pada keadaan rakyat yang mengalami penderitaan, ketidakadilan, dan
ketertindasan. Kontrol sosial dapat dilakukan ketika pemerintah mengeluarkan
suatu kebijakan yang merugikan rakyat, maka dari itu mahasiswa bergerak sebagai
perwujudan kepedulian terhadap rakyat.
Pergerakan
mahasiswa bukan hanya sekedar turun ke jalan saja, melainkan harus lebih
substansial lagi yaitu diskusi, kajian dan lain sebagainya. Bukan hanya itu,
sifat peduli terhadap rakyat juga dapat ditunjukkan ketika mahasiswa dapat
memberikan bantuan baik secara moril dan materil bagi siapa saja yang
membutuhkannya.
2. Fungsi Mahasiswa
Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu membentuk
manusisa susila dan demokrat yang
- Memiliki
keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
- Cakap dan
mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
- Cakap
memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat
Berdasarkan
pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan
tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan
menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri
memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu
mengembangkan dirinya.
Insan akademis
harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap
masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan
sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari
pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka
mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih
lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
Insan akademis
harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang
tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan.
Dalam hal insan
akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan
dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa harus mencari
nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat,
dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.
3. Posisi Mahasiswa
Mahasiswa
dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan
rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih
tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi
oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa menurut saya tepat
bila dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.
Mahasiswa dalam
hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik,
yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta
keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat
berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial
dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka
diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat
beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah
yang terjadi di masyarakat.
Mahasiswa dalam
hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah
pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan
pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu
tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai
kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.
Posisi
mahasiswa cukuplah rentan, sebab mahasiswa berdiri di antara idealisme dan
realita. Tak jarang kita berat sebelah, saat kita membela idealisme ternyata kita
melihat realita masyarakat yang semakin buruk. Saat kita berpihak pada realita,
ternyata kita secara tak sadar sudah meninggalkan idealisme kita dan juga
kadang sudah meninggalkan watak ilmu yang seharusnya kita miliki. Contoh
kasusnya yang paling gampang adalah saat terjadi penaikkan harga BBM beberapa
bulan yang lalu.
Mengenai posisi
mahasiswa saat ini saya berpendapat bahwa mahasiswa terlalu menganggap dirinya
“elit” sehingga terciptalah jurang lebar dengan masyarakat.
Perjuangan-perjuangan yang dilakukan mahasiswa kini sudah kehilangan esensinya,
sehingga masyarakat sudah tidak menganggapnya suatu harapan pembaruan lagi.
Sedangkan golongan-golongan atas seperti pengusaha, dokter, dsb. Merasa sudah
tidak ada lagi kesamaan gerakan. Perjuangan mahasiswa kini sudah berdiri
sendiri dan tidak lagi “satu nafas” bersama rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar