Suatu system kode verbal
disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai perangkat symbol, dengan
aturan untuk menkombinasikan symbol-simbol tersebut, yang digunakan dan
dipahami suatu komunitas. Symbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol
yang digunakan satu kata atau lebih. Hamper semua ransangan wicara yang kita
sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha
yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan.
Bahasa tertulis Thai misalnya terdiri dari 44 konsonan dan 32 vokal. Suaranya
dikombinasikan dengan lima nada yang berbeda untuk menghasilkan bahasa yang
bermelodi. Kelas-kelas orang yang berbeda menggunakan kata ganti orang, kata
benda dan kata kerja yang berbeda pula untuk menunjukan status social dan
keintiman. Setidaknya terdapat 47 kata ganti orang, termasuk 17 kata ganti
orang pertama dan 19 kata ganti orang kedua. Karena bentuknya berbeda untuk
setiap kelas orang, bahasa Thai dapat dibedakan menjadi empat kategori: bahasa
kerajaan, bahasa kerohanian, bahasa halus harian dan bahasa orang kebanyakan. Bahasa cina mengandung makna dan pentingnya sejarah cina. Terdapat cara
mengucapkan yang terdiri dari empat nada. Perubahan nada berarti perubahan
makna.
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan
pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang
mempresentasikan berbagai aspek realita individual kita. Konsekuensinya,
kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi
yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu. Misalnya kata rumah, kursi, mobil atau mahasiswa. Realitas apa yang diwakili
oleh setiap kata itu? Begitu banyak ragam rumah. Ada rumah bertingkat, rumah
mewah, rumah sederhana (RS) dan rumah sangat sederhana (RSS).
Bila kita
menyertakan budaya sebagai variable dalam proses abstraksi itu, problemnya
menjadi semakin rumit. Ketika anda berkomunikasi dengan seseorang dari budaya
anda sendiri, proses abstraksi untuk mempresentasikan pengalaman anda jauh
lebih mudah, karena dalam suatu budaya orang-orang berbagi sejumlah pengalaman
serupa. Namun bila berkomunikasi melibatkan orang-orang berbeda budaya, banyak
pengalaman berbeda dan konsekuensinya, proses abstraksi juga menyulitkan.
Misalnya, kata anjing dapat dimaknai
secara berbeda, meskipun orang-orang membayangkan hewan yang sosoknya kurang
lebih sama. Bagi sebagian orang, anjing adalah sahabat setia dan penjaga rumah
yang baik, bagi sebagian lainnya anjing menakutkan dan harus dihindari,
sedangkan bagi sebagian orang lainnya lagi anjing melukiskan jenis hewan yang
dagingnya lezat dimakan.
Ø ASAL-USUL BAHASA
Hingga kini belum ada suatu
teori pun yang diterima luas mengenai bagaimana bahasa itu muncul di permukaan
bumi. Ada dengan kuat bahasa nonverbal muncul sebelum bahasa
verbal. Teotetikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah ekstensi perilaku
social. Lebih dari itu, bahasa ucap bergantung pada perkembangan kemampuan
untuk menempatkan lidah secara tepat di berbagai lokasi dalam system milik
manusia yang memugkinkan membuat berbagai suara kontras yang diperlukan untuk
menghasilkan ucapan. Kemampuan ini mungkin berhubungan dengan kemampuan manusia
lebih awal untuk mengartikulasikan isyarat-isyarat jari-jemari dan tangan yang
memudahkan berkomunikasi nonverbal.6 Berkomunikasi secara naluriah,
dengan bertukar tanda alamiah berupa suara (gerutuan, geraman, pekikan), postur
dan gerakan tubuh, termasuk gerakan tangan dan lengan, sedikit lebih maju dari
komunikasi hewan primate masa kini. Mereka tidak menggunakan bahasa lisan yang
membutuhkan penciptaan berbagai suara yang subtil. Salah satu sebabnya, kontak
suara mereka identik dengan kotak suara kera, simpase, dan hewan primate yang
lainnya yang kita kenal sekarang, yang tidak memungkinkan mereka
mengkombinasikan berbagai suara untuk membentuk bahasa manusia. Pendeknya, cara
berkomunikasi mereka sangat primitive dibandingkan dengan komunikasi kita.
Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara
fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang
dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama,
karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara
anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa
diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut
peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata
harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti. Kalimat dalam bahasa
Indonesia Yang berbunyi ”Di mana saya dapat menukar uang?” akan disusun dengan
tatabahasa bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:
-Inggris: Dimana
dapat saya menukar beberapa uang? (Where can I change some money?).
-Perancis: Di
mana dapat saya menukar dari itu uang? (Ou puis-je change de l’argent?).
-Jerman: Di mana
dapat saya sesuatu uang menukar? (Wo kann ich etwasGeld wechseln?).
-Spanyol:
Di mana dapat menukar uang? (Donde
puedo cambiar dinero?).
Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan
semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa.
Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik
merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.
Menurut Larry
L. Barker bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
- Penamaan
atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan,
atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam
komunikasi.
- Fungsi
interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang
simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
- Melalui
bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut
fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi
informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini,
dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication:
Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita
berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:
· Mengenal dunia
di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat
kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada
kemajuan teknologi saat ini.
· Berhubungan
dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk
kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita.
Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang
di sekitar kita.
· Untuk
menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk
lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan
kita, dan tujuan-tujuan kita.
Ø Keterbatasan Bahasa:
·
Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili
objek.
Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada
objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak
semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili
realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada
dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.
Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat
dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.
·
Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata
merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang
menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat,
yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam*. Misalnya: tubuh orang itu berat;
kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memberikan sanksi
yang berat kepada mahasiswanya yang nyontek.
·
Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini
terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda,
tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir
sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai
secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda
boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama.
Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita,
sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu.
Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis
yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama.
Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman
yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan
struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila
komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama,
pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal
pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.
·
Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta
(uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan
kekeliruan persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat
seorang pria dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi?
Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan
tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja?
Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? .... Bila yang
dimaksud bekerja adalah melakukan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah,
maka orang itu memang sedang bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang
itu adalah sebagai dosen, yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis,
maka membelah kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan
di antara jam-jam kerjanya.
Ø KERUMITAN MAKNA KATA
Makna muncul
dari hubungan khusus antara kata (sebagai simbol verbal) dan manusia. Makna
tidak merekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan makna dalam pikiran
orang. Jadi, tidak ada hubungan langsung antara suatu objek dan simbol yang digunakan
untuk mempresentasikan. Jadi hubungan itu diciptakan dalam pikiran si
pembicara.
Semantik adalah
ilmu mengenai makna kata-kata, suatu definisi yang menurut S.I. Hayakawa
tidaklah buruk bila orang-orang menganggap bahwa pencarian makna kata mulai dengan
melihatnya dalam kamus. Makna dalam kamus tentu saja lebih bersifat kebahasan
(linguistik), yang punya banyak dimensi: simbol
merujuk pada objek di dunia nyata; pemahaman
adalah perasaan subjektif kita mengenai simbol itu; dan referen adalah objek yang sebenarnya
eksis di dunia nyata. Padahal di samping itu, terdapat pula makna kata yang
bersifat filosofi, psikolog dan logis.
Makna dapat
pula digolongkan ke dalam: makna
denotatif dan makna konotatif. Makna
denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan
dalam kamus. Karena itu, makna denotatif lebih bersifat publik. Sejumlah kata
bermakna denotatif lebih bersifat publik. Sejumlah kata bermakna denotatif,
namun juga banyak yang bermakna konotatif, lebih bersifat pribadi, yakni makna
di luar rujukan objektifnya. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat
subjektif dan emosional daripada makna denotatif. Sebagai contoh, secara
denotatif mobil adalah kendaraan beroda empat. Namun mobil mungkin memberi
makna khusus bagi seseorang misalnya kemarahan bagi seseorang yang baru dipecat
dari sebuah pabrik mobil atau kesenangan bagi seseorang yang baru membeli
sebuah mobil.
Ø NAMA SEBAGAI SIMBOL
Dimensi pertama
atau fungsi pertama bahasa adalah penamaan. Nama diri-sendiri adalah simbol
pertama dan utama bagi seseorang. Nama dapat melambangkan status, cita rasa
budaya, untuk memperoleh citra tertentu (pengelolaan pesan) atau sebagai nama
hoki. Nama pribadi adalah unsur penting identitas seseorang dalam masyarakat,
karena interaksi dimulai dengan nama dan baru kemudian diikuti dengan
atribut-atribut lainnya. Nama yang kita terima sejak lahir tidak
hanya mempengaruhi kehidupan kita tetapi juga mempengaruhi orang lain untuk
memperlakukan kita dan terpenting mempengaruhi kita dalam mempersepsi
diri-sendiri. Misalnya nama-nama di indonesia seperti Bejo, Juned, Pendul atau
Samijo. Akan tetapi, tentu saja adapula kekecualiannya. Orang indonesia yang
kebetulan bernama Dick (misalnya nama kecil atau panggilan dari Dicky) boleh
jadi akan menjadi olok-olok kalau tinggal di Amerika atau Inggris, karena disan
Dick itu bisa diartikan, maaf, alat
kelamin pria. Nama Samijo pun akan menjadi jauh lebih keren kalau di tulis
”Sammy Joe”.
Ø BAHASA GAUL
Orang-orang
yang punya latar belakang sosial budaya berbeda lazimnya berbicara dengan cara
berbeda. Perbedaan ini boleh jadi menyangkut dialek, intonasi, kecepatan,
volume (keras atau lemahnya), dan yang pasti kosakatanya. Cara bicara dan
pilihan kata ilmuan berbeda antar bahasa pejabat dan pilihan kata pedagang. Bahasa
subtruktur ini disebut bahasa khusus (spesial language), bahasa gaul atau
argot. Meskipun argot sebenarnya merujuk pada bahasa khas yang digunkan setiap
komunitas atau subkultur apa saja (termasuk kelompok seniman), argot lebih
sering merujuk pada bahasa rasia yang digukan kelompok menyimpang (deviant
group), seperti kelompok preman, kelompok penjual narkotika, kaum
homoseksual/lesbian, kaum pelacur dan sebagainya. Bahasa yang digunakan dalam
suatu lingkungan sering tidak berfungsi bila digunakan dalam lingkungan lain.
Penciptaan bahasa khusus ini memiliki fungsi tertentu bagi kelompok
penggunanya. Pertama sebagai
kontrabudayan dan sarana pertahanan diri, terutama bagi kelompok yang hidup di
lingkungan yang memusuhi mereka. Mereka berkomunikasi dengan bahasa gaul mereka
yang tidak dapat dipahami kelompok luar. Kedua
argot berfungsi sebagai sarana kebencian kelompok tersebut terhadap budaya
dominan, tanpa diketahui kelompok dominan dan dihukum budaya dominan, tanpa
diketahui kelompok dominan dan dihukum oleh mereka. Ketiga argot berfungsi sebagai sarana memelihara identitas dan
solidaritas kelompok. Argot memungkinkan mereka mengenal orang dalam dan
membedakan mereka dengan orang lain
·
Kaum bahasa selebritis
Kalangan
selebritis kita pun memiliki bahasa gaul. Perhatikanlah kata-kaya yang
digunakan kelompok itu
-
Baronang = baru
-
Cinewinek = cewek
-
Pinergini = pergi
-
Ninon tinon = nonton
Bahasa gaul ini
bukan hanya alat komunikasi, namun juga alat identifikasi. Ada kebutuhan
diantara para pemakainya untuk berkomunikasi dengan bahasa yang tidak diketahui
banyak orang, terutama bila menyangkut hal-hal yang sangat pribadi.14
·
Bahasa gay dan bahasa waria
Di negara kita bahasa gaul kaum selebritis ternyata mirip
dengan bahasa gaul kaum gay
(homoseksual) dan juga bahasa gaul kaum waria atau banci. Sekelompok mahasiswa
saya dari Fikom Unpad, berdasarkan penelitian mereka atas kaum gay di Bandung
menemukan sejumlah kata yang mereka gunakan, misalnya adlah: binagius, cinakinep, duta, kemek, linak, maharani, jinelinek,
minerinangsinang, minurinah, ngondek, rumpi, seribong, tinta dll.
·
Bahasa kaum waria
Sebagian dari bahasa gaul yang dianut sebuah komunitas banci
(waria) di pekanbaru, seperti yang diperoleh sekelompok mahasiswa jurusan Komunikasi Fakultas Dakwah
IAIN (kini universitas Islam Negri = UIN) Sulthan Syarif Qasim, berdasarkan
wawancara dengan seorang waria.
-
Akika/ike = aku
-
Bis kota = besar
-
Cakra = ganteng
-
Cucux = cakep/keren
-
Diana = dia
-
Duktrek = duit
Maka inilah antara kalimat yang
mungkin mereka gunakan dalam sehari-hari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar