"The way to get started is to quit talking and begin doing" "I hope you enjoy reading in my blog"

Sabtu, 04 Februari 2012

Komunikasi Verbal


Suatu system kode verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai perangkat symbol, dengan aturan untuk menkombinasikan symbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Symbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol yang digunakan satu kata atau lebih. Hamper semua ransangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa tertulis Thai misalnya terdiri dari 44 konsonan dan 32 vokal. Suaranya dikombinasikan dengan lima nada yang berbeda untuk menghasilkan bahasa yang bermelodi. Kelas-kelas orang yang berbeda menggunakan kata ganti orang, kata benda dan kata kerja yang berbeda pula untuk menunjukan status social dan keintiman. Setidaknya terdapat 47 kata ganti orang, termasuk 17 kata ganti orang pertama dan 19 kata ganti orang kedua. Karena bentuknya berbeda untuk setiap kelas orang, bahasa Thai dapat dibedakan menjadi empat kategori: bahasa kerajaan, bahasa kerohanian, bahasa halus harian dan bahasa orang kebanyakan. Bahasa cina mengandung makna dan pentingnya sejarah cina. Terdapat cara mengucapkan yang terdiri dari empat nada. Perubahan nada berarti perubahan makna.
            Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek realita individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu. Misalnya kata rumah, kursi, mobil atau mahasiswa. Realitas apa yang diwakili oleh setiap kata itu? Begitu banyak ragam rumah. Ada rumah bertingkat, rumah mewah, rumah sederhana (RS) dan rumah sangat sederhana (RSS).
Bila kita menyertakan budaya sebagai variable dalam proses abstraksi itu, problemnya menjadi semakin rumit. Ketika anda berkomunikasi dengan seseorang dari budaya anda sendiri, proses abstraksi untuk mempresentasikan pengalaman anda jauh lebih mudah, karena dalam suatu budaya orang-orang berbagi sejumlah pengalaman serupa. Namun bila berkomunikasi melibatkan orang-orang berbeda budaya, banyak pengalaman berbeda dan konsekuensinya, proses abstraksi juga menyulitkan. Misalnya, kata anjing dapat dimaknai secara berbeda, meskipun orang-orang membayangkan hewan yang sosoknya kurang lebih sama. Bagi sebagian orang, anjing adalah sahabat setia dan penjaga rumah yang baik, bagi sebagian lainnya anjing menakutkan dan harus dihindari, sedangkan bagi sebagian orang lainnya lagi anjing melukiskan jenis hewan yang dagingnya lezat dimakan.


Ø  ASAL-USUL BAHASA
Hingga kini belum ada suatu teori pun yang diterima luas mengenai bagaimana bahasa itu muncul di permukaan bumi. Ada dengan kuat bahasa nonverbal muncul sebelum bahasa verbal. Teotetikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah ekstensi perilaku social. Lebih dari itu, bahasa ucap bergantung pada perkembangan kemampuan untuk menempatkan lidah secara tepat di berbagai lokasi dalam system milik manusia yang memugkinkan membuat berbagai suara kontras yang diperlukan untuk menghasilkan ucapan. Kemampuan ini mungkin berhubungan dengan kemampuan manusia lebih awal untuk mengartikulasikan isyarat-isyarat jari-jemari dan tangan yang memudahkan berkomunikasi nonverbal.6 Berkomunikasi secara naluriah, dengan bertukar tanda alamiah berupa suara (gerutuan, geraman, pekikan), postur dan gerakan tubuh, termasuk gerakan tangan dan lengan, sedikit lebih maju dari komunikasi hewan primate masa kini. Mereka tidak menggunakan bahasa lisan yang membutuhkan penciptaan berbagai suara yang subtil. Salah satu sebabnya, kontak suara mereka identik dengan kotak suara kera, simpase, dan hewan primate yang lainnya yang kita kenal sekarang, yang tidak memungkinkan mereka mengkombinasikan berbagai suara untuk membentuk bahasa manusia. Pendeknya, cara berkomunikasi mereka sangat primitive dibandingkan dengan komunikasi kita.
Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti. Kalimat dalam bahasa Indonesia Yang berbunyi ”Di mana saya dapat menukar uang?” akan disusun dengan tatabahasa bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:
-Inggris: Dimana dapat saya menukar beberapa uang? (Where can I change some money?).
-Perancis: Di mana dapat saya menukar dari itu uang? (Ou puis-je change de l’argent?).
-Jerman: Di mana dapat saya sesuatu uang menukar? (Wo kann ich etwasGeld wechseln?).
-Spanyol: Di mana dapat menukar uang? (Donde puedo cambiar dinero?).

Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.
Menurut Larry L. Barker bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
  1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
  2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
  3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:

·         Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.
·         Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.
·        Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.

Ø  Keterbatasan Bahasa:

·         Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.
Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.
Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.
·         Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam*. Misalnya: tubuh orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memberikan sanksi yang berat kepada mahasiswanya yang nyontek.

·         Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu. 

Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.

·         Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat seorang pria dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi? Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja? Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? .... Bila yang dimaksud bekerja adalah melakukan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu memang sedang bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang itu adalah sebagai dosen, yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis, maka membelah kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan di antara jam-jam kerjanya.

Ø  KERUMITAN MAKNA KATA

Makna muncul dari hubungan khusus antara kata (sebagai simbol verbal) dan manusia. Makna tidak merekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan makna dalam pikiran orang. Jadi, tidak ada hubungan langsung antara suatu objek dan simbol yang digunakan untuk mempresentasikan. Jadi hubungan itu diciptakan dalam pikiran si pembicara.

Semantik adalah ilmu mengenai makna kata-kata, suatu definisi yang menurut S.I. Hayakawa tidaklah buruk bila orang-orang menganggap bahwa pencarian makna kata mulai dengan melihatnya dalam kamus. Makna dalam kamus tentu saja lebih bersifat kebahasan (linguistik), yang punya banyak dimensi: simbol merujuk pada objek di dunia nyata; pemahaman adalah perasaan subjektif kita mengenai simbol itu; dan referen adalah objek yang sebenarnya eksis di dunia nyata. Padahal di samping itu, terdapat pula makna kata yang bersifat filosofi, psikolog dan logis.

Makna dapat pula digolongkan ke dalam: makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan dalam kamus. Karena itu, makna denotatif lebih bersifat publik. Sejumlah kata bermakna denotatif lebih bersifat publik. Sejumlah kata bermakna denotatif, namun juga banyak yang bermakna konotatif, lebih bersifat pribadi, yakni makna di luar rujukan objektifnya. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat subjektif dan emosional daripada makna denotatif. Sebagai contoh, secara denotatif mobil adalah kendaraan beroda empat. Namun mobil mungkin memberi makna khusus bagi seseorang misalnya kemarahan bagi seseorang yang baru dipecat dari sebuah pabrik mobil atau kesenangan bagi seseorang yang baru membeli sebuah mobil.


 
Ø  NAMA SEBAGAI SIMBOL

Dimensi pertama atau fungsi pertama bahasa adalah penamaan. Nama diri-sendiri adalah simbol pertama dan utama bagi seseorang. Nama dapat melambangkan status, cita rasa budaya, untuk memperoleh citra tertentu (pengelolaan pesan) atau sebagai nama hoki. Nama pribadi adalah unsur penting identitas seseorang dalam masyarakat, karena interaksi dimulai dengan nama dan baru kemudian diikuti dengan atribut-atribut lainnya. Nama yang kita terima sejak lahir tidak hanya mempengaruhi kehidupan kita tetapi juga mempengaruhi orang lain untuk memperlakukan kita dan terpenting mempengaruhi kita dalam mempersepsi diri-sendiri. Misalnya nama-nama di indonesia seperti Bejo, Juned, Pendul atau Samijo. Akan tetapi, tentu saja adapula kekecualiannya. Orang indonesia yang kebetulan bernama Dick (misalnya nama kecil atau panggilan dari Dicky) boleh jadi akan menjadi olok-olok kalau tinggal di Amerika atau Inggris, karena disan Dick itu bisa diartikan, maaf, alat kelamin pria. Nama Samijo pun akan menjadi jauh lebih keren kalau di tulis ”Sammy Joe”.

Ø  BAHASA GAUL
Orang-orang yang punya latar belakang sosial budaya berbeda lazimnya berbicara dengan cara berbeda. Perbedaan ini boleh jadi menyangkut dialek, intonasi, kecepatan, volume (keras atau lemahnya), dan yang pasti kosakatanya. Cara bicara dan pilihan kata ilmuan berbeda antar bahasa pejabat dan pilihan kata pedagang. Bahasa subtruktur ini disebut bahasa khusus (spesial language), bahasa gaul atau argot. Meskipun argot sebenarnya merujuk pada bahasa khas yang digunkan setiap komunitas atau subkultur apa saja (termasuk kelompok seniman), argot lebih sering merujuk pada bahasa rasia yang digukan kelompok menyimpang (deviant group), seperti kelompok preman, kelompok penjual narkotika, kaum homoseksual/lesbian, kaum pelacur dan sebagainya. Bahasa yang digunakan dalam suatu lingkungan sering tidak berfungsi bila digunakan dalam lingkungan lain. Penciptaan bahasa khusus ini memiliki fungsi tertentu bagi kelompok penggunanya. Pertama sebagai kontrabudayan dan sarana pertahanan diri, terutama bagi kelompok yang hidup di lingkungan yang memusuhi mereka. Mereka berkomunikasi dengan bahasa gaul mereka yang tidak dapat dipahami kelompok luar. Kedua argot berfungsi sebagai sarana kebencian kelompok tersebut terhadap budaya dominan, tanpa diketahui kelompok dominan dan dihukum budaya dominan, tanpa diketahui kelompok dominan dan dihukum oleh mereka. Ketiga argot berfungsi sebagai sarana memelihara identitas dan solidaritas kelompok. Argot memungkinkan mereka mengenal orang dalam dan membedakan mereka dengan orang lain

·         Kaum bahasa selebritis
Kalangan selebritis kita pun memiliki bahasa gaul. Perhatikanlah kata-kaya yang digunakan kelompok itu
-          Baronang    = baru
-          Cinewinek   = cewek
-          Pinergini      = pergi
-          Ninon tinon = nonton
Bahasa gaul ini bukan hanya alat komunikasi, namun juga alat identifikasi. Ada kebutuhan diantara para pemakainya untuk berkomunikasi dengan bahasa yang tidak diketahui banyak orang, terutama bila menyangkut hal-hal yang sangat pribadi.14

·         Bahasa gay dan bahasa waria

             Di negara kita bahasa gaul kaum selebritis ternyata mirip dengan bahasa  gaul kaum gay (homoseksual) dan juga bahasa gaul kaum waria atau banci. Sekelompok mahasiswa saya dari Fikom Unpad, berdasarkan penelitian mereka atas kaum gay di Bandung menemukan sejumlah kata yang mereka gunakan, misalnya adlah: binagius, cinakinep, duta, kemek, linak, maharani, jinelinek, minerinangsinang, minurinah, ngondek, rumpi, seribong, tinta dll.

·         Bahasa kaum waria

            Sebagian dari bahasa gaul yang dianut sebuah komunitas banci (waria) di pekanbaru, seperti yang diperoleh sekelompok mahasiswa jurusan Komunikasi Fakultas Dakwah IAIN (kini universitas Islam Negri = UIN) Sulthan Syarif Qasim, berdasarkan wawancara dengan seorang waria.
-          Akika/ike     = aku
-          Bis kota       = besar
-          Cakra          = ganteng
-          Cucux         = cakep/keren
-          Diana          = dia
-          Duktrek       = duit
              Maka inilah antara kalimat yang mungkin mereka gunakan dalam sehari-hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar