Saat
televisi diciptakan untuk pertama kalinya, penciptanya tidak pernah
membayangkan bahwa alat yang dirancangnya akan
menjadi alat yang luar biasa pengaruhnya bagi peradaban dunia. Tulisan ini menuturkan sejarah
terciptanya televisi, perkembangannya di dunia bahkan di Indonesia serta peran televisi pada kondisi dan situasi budaya
dan politik akhir-akhir ini.
Ketakjuban paling baru dalam
peradaban manusia abad ini muncul tatkala globalisasi teknologi informasi
menyerbu ke seluruh pelosok dunia. Nyaris seluruh denyut-denyut perkembangan di
mana pun di muka bumi ini bisa disaksikan lewat siaran jaringan televisi.
Karena televisi merupakan salah satu pioner dalam penyebaran informasi yang
menggunakan satelit dan kini menjadi media informasi yang terus berkembang
pesat.
Memiliki televisi pada zaman sekarang
ini bukanlah suatu hal yang luar biasa, karena sudah banyak teknologi lain yang
dimiliki orang dan lebih canggih daripada televisi. Saat ini dapat dikatakan
bahwa hampir setiap rumah tangga telah memiliki pesawat televisi.
Televisi
memberikan pengaruh sosial kepada masyarakat, baik anak-anak maupun pemuda, dan
orang dewasa. Pengaruh ini dapat dilihat dari perkataan dan perbuatan. Dari
siaran televisi yang ditayangkan kebanyakan dari masayarakat meniru bila hal
itu cocok untuk dirinya terutama anak-anak. Karena televisi merupakan
sumber informasi dan hiburan bagi anak-anak.
Televisi,
kedudukannya sebagai media audio visual yang akrab dengan anak memberikan
informasi yang memotivasi anak-anak untuk lebih kreatif . Meniru apa yang ada
di dalamnya, walaupun hanya sekedar mainan, tetapi itu adalah suatu proses
belajar tersendiri.
Televisi sebagai media yang muncul
belakangan dibanding media cetak dan radio, ternyata memberikan nilai yang
sangat spektakuler dalam sisi-sisi pergaulan hidup manusia saat ini. Kemampuan
televisi dalam menarik perhatian massa didukung oleh beberapa hal, yaitu:
pertama, televisi memiliki keunggulan sebagai media yang dapat didengar (audio)
dan dapat dilihat (visual) karena mempunyai gambar. Gambar yang
muncul pada televisi bukan gambar mati melainkan gambar hidup yang dapat
menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. Selain itu, televisi dapat
diletakkan di sudut ruangan sehingga pemiliknya dapat menikmati siarannya lebih
santai dan nyaman.
Media televisi sebagaimana media
massa lainnya berperan sebagai alat informasi, hiburan, kontrol sosial dan
penghubung wilayah secara geografis. Bersamaan dengan jalannya proses
penyampaian isi pesan televisi kepada pemirsa, maka isi pesan juga akan
diinterpretasikan secara berbeda-beda menurut visi pemirsa. Hal tersebut
terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi pesan acara
televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa
pada saat menonton televisi. Sebab itu, pengaruh yang ditimbulkan televisi bagi
pemirsa juga beraneka ragam, bisa berpengaruh ke arah yang positif dan
sebaliknya bisa juga berpengaruh negatif, hal tersebut tergantung kepada
selektifitas pemirsa dalam memilih dan mempergunakan informasi yang disampaikan
televisi.
Dalam
permulaan tahun 80-an, saat televisi memasuki tahap kedua sebagai media masa,
ia berkembang sangat cepat sebagai barang dagangan yang cukup mahal, namun
diterima dan disukai oleh seluruh lapisan masyarakat dari seluruh bangsa di
dunia (Latuheru, 1998:98). Sejak itu, televisi telah mampu menyihir dan membuat
gandrung para penonton, mulai dari anak-anak sampai dewasa. Tidak heran bila
sampai terjadi keributan kecil dalam sebuah keluarga hanya karena berebut
menonton acara yang disukai. Televisi digandrungi masyarakat karena televisi
menyajikan berbagai macam acara yang disajikan berupa hiburan, informasi,
periklanan dan lainnya.
Namun
munculnya beberapa TV swasta baru, baik yang cakupannya lokal maupaun nasional.
Sebenarnya disambut hangat oleh publik. Hal ini lantaran publik merasa
memperoleh tambahan berbagai sajian acara baru yang lebih beragam. Booming TV
swasta sanggat diharapkan akan memberikan pencerahan budaya sekaligus
pencerdasan melalui sajian informasi yang disampaikan secara tajam, objektif
dan akurat, dengan sajian informasi yang tajam, maka akan mencerdaskan
masyarakat dalam memahami berbagai persolan aktual baik di bidang ekonomi,
pilitik, sosial, budaya, dan lain-lain. Disamping itu, TV juag akan memperluas
wawasan masyarakat jika mereka aktif mengikuti acara dialog, debat, diskusi dan
berbagai acara informatif-edukatif lain yang ditayangkan TV.
Tak
dapat diingkari kehadiran beberapa TV swasta baru semakin mempertajam tingkat kompetisi
bisnis pertelevisian di Indonesia. Sebagai konsekuensinya, para awak TV swasta
yang ada, baik pemain lama maupun pemain baru, harus memutar otak untuk memilih
strategi jitu dalam menggait pemirsa. Logikanya, jika mereka berhasil merebut
simpati penonton secara luas maka sejumlah iklan akan masuk.
Yang
menjadi keprihatinan ternyata sebagian TV swasta memilih strategi yang kurang
tepat untuk menggaet penonton, diantaranya lewat eksploitasi anak-anak dan
remaja secara berlebihan. Dan hal tersebut tampak pada tiga hal. Pertama,
judul-judul sinetron selalu vulgar, menantang, dan mengandung unsur pornografi.
Kedua, pemilihan aktris yang kebanyakan anak-anak dan remaja belia. Ketiga,
jenis peran yang dilakoninya kurang berakar pada budaya pergaulan masyarakat
Indonesia, dan bahkan sering kurang sesuai dengan tingkat kematangan
psikologis dan umur pemerannya.
Sebenarnya
sekarang ini banyak sekali tayangan televisi yang sebenarnya merupakan
duplikasi dari acara luar negeri. Dalam hal ini, perusahaan televisi swata di
Indonesia hanya membeli lisensi dari luar negeri untuk menayangkan acara yang
sama. Duplikasi acara sebenarnya terjadi pula diantara sesama televisi
nasional, walaupun dikemas dengan cara berbeda.
Melalui
acara-acaranya yang sebagian besar diimpor, televisi memasyarakatkan nilai
budaya asing yang longgar dan serba boleh, termasuk kepada masyarakat pedesaan
yang sebenarnya memandang sebagian besar acara acara TV swasta tidak relevan
dengan kebutuhan mereka, sehingga karena berondongan pesan yang asing itu,
masyarakat pedesaan mengalami geger budaya. Sinetron remaja yang ramai
ditayangkan di televisi Indonesia didominasi oleh konflik-konflik yang tidak
menggambarkan kehidupan santun yang sesuai budaya bangsa.
Desain
besar kebudayaan seringkali tak mampu mengendalikan dinamika sosial ke arah
sebagaimana yang dirancangkannya. Ada perkembangan-perkembangan sosial,
ekonomi, dan politik, yang memiliki orbitasi, irama, domain dan dinamikanya
sendiri. Sekurang-kurangnya, itulah yang terjadi pada perkembangan
pertelevisian kita, khususnya televisi swasta. Kita hendak mendesain televisi
sebagai institusi media yang, antara lain, memiliki fungsi informatif-edukatif,
membentuk kepribadian bangsa, bertujuan menangkal pengaruh budaya asing,
menjadi tuan rumah di negeri sendiri, atau memelihara dan melestarikan budaya
adiluhung. Dengan televisi kita hendak mendefinisikan kehidupan bangsa ke arah
yang sesuai dengan desain besar kebudayaan, yang disebut kebudayaan nasional.
Tetapi
ternyata televisi kita telah berkembang tidak sesuai dengan desain kebudayaan
dan berkembang hanya menjadi media hiburan, yang dapat dilhat dari dominasi
hiburan pada acara-acaranya. Tetapi hanya menjadi media hiburan bukanlah
perkara sederhana, ternyata. Untuk hanya menjadi media hiburan, harus melalui
evolusi perkembangan yang panjang, melalui transformasi dari masyarakat yang
bertata agraris ke industrial, bahkan hanya dapat berlangsung setelah kita
memasuki jaman yang oleh para ahli komunikasi disebut sebagai hasil revolusi
komunikasi. Dalam spektrum makro, ini merupakan konsekuensi dari masuknya
komponen-komponen yang kemudian menjadi bagian integral dari sistem
pertelevisian, baik secara organisasional maupun institusional. Televisi swasta
identik dengan modal besar, pemanfaatkan teknologi dan produk teknologi canggih
(hi-tech), dikelola dengan manajemen modern dan oleh tenaga-tenaga profesional;
di sisi lain, ia sepenuhnya melayani; permintaan dan selera pemirsa serta
bergantung pada pengiklan. Berpayah-payah kita membangun televisi, dengan
menghadirkan komponen-komponen institusional yang dahsyat itu hanya untuk
menjadikan televisi sebagai media hiburan.
Ini
menjadi semacam penegasan, bahwa budaya televisi yang terselenggara telah
"menyimpang" dari fungsi ideal media massa, yakni integrasi antara
fungsi-fungsi informasi, pendidikan, kontrol sosial, dan hiburan. Nilai-nilai
yang menyemangati perilaku pasar dan sistem kapital(isme), yang masih malu-malu
kita sambut kehadirannya, memulas wajah budaya dan menjadi mode of production stasiun
televisi. Cara kerja, sistem yang mengatur hubungannya dengan lembaga-lembaga
terkait, serta layanannya terhadap khalayak pemirsa, mencerminkan budayanya
yang berwajah ekonomi. Dengan titik tolak inilah kita berbicara soal budaya
televisi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar