"The way to get started is to quit talking and begin doing" "I hope you enjoy reading in my blog"

Rabu, 08 Februari 2012

Konsekuensi TV pada Masyarakat


Saat televisi diciptakan untuk pertama kalinya, penciptanya tidak pernah membayangkan bahwa alat yang dirancangnya akan menjadi alat yang luar biasa pengaruhnya bagi peradaban dunia. Tulisan ini menuturkan sejarah terciptanya televisi, perkembangannya di dunia bahkan di Indonesia serta peran televisi pada kondisi dan situasi budaya dan politik akhir-akhir ini.
Ketakjuban paling baru dalam peradaban manusia abad ini muncul tatkala globalisasi teknologi informasi menyerbu ke seluruh pelosok dunia. Nyaris seluruh denyut-denyut perkembangan di mana pun di muka bumi ini bisa disaksikan lewat siaran jaringan televisi. Karena televisi merupakan salah satu pioner dalam penyebaran informasi yang menggunakan satelit dan kini menjadi media informasi yang terus berkembang pesat.
Memiliki televisi pada zaman sekarang ini bukanlah suatu hal yang luar biasa, karena sudah banyak teknologi lain yang dimiliki orang dan lebih canggih daripada televisi. Saat ini dapat dikatakan bahwa hampir setiap rumah tangga telah memiliki pesawat televisi.
Televisi memberikan pengaruh sosial kepada masyarakat, baik anak-anak maupun pemuda, dan orang dewasa. Pengaruh ini dapat dilihat dari perkataan dan perbuatan. Dari siaran televisi yang ditayangkan kebanyakan dari masayarakat meniru bila hal itu cocok untuk dirinya terutama anak-anak. Karena televisi merupakan  sumber informasi dan hiburan bagi anak-anak.

Televisi, kedudukannya sebagai media audio visual yang akrab dengan anak memberikan informasi yang memotivasi anak-anak untuk lebih kreatif . Meniru apa yang ada di dalamnya, walaupun hanya sekedar mainan, tetapi itu adalah suatu proses belajar tersendiri.
Televisi sebagai media yang muncul belakangan dibanding media cetak dan radio, ternyata memberikan nilai yang sangat spektakuler dalam sisi-sisi pergaulan hidup manusia saat ini. Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa didukung oleh beberapa hal, yaitu: pertama, televisi memiliki keunggulan sebagai media yang dapat didengar (audio) dan dapat dilihat (visual) karena mempunyai gambar. Gambar yang muncul pada televisi bukan gambar mati melainkan gambar hidup yang dapat menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. Selain itu, televisi dapat diletakkan di sudut ruangan sehingga pemiliknya dapat menikmati siarannya lebih santai dan nyaman.
Media televisi sebagaimana media massa lainnya berperan sebagai alat informasi, hiburan, kontrol sosial dan penghubung wilayah secara geografis. Bersamaan dengan jalannya proses penyampaian isi pesan televisi kepada pemirsa, maka isi pesan juga akan diinterpretasikan secara berbeda-beda menurut visi pemirsa. Hal tersebut terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi pesan acara televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi. Sebab itu, pengaruh yang ditimbulkan televisi bagi pemirsa juga beraneka ragam, bisa berpengaruh ke arah yang positif dan sebaliknya bisa juga berpengaruh negatif, hal tersebut tergantung kepada selektifitas pemirsa dalam memilih dan mempergunakan informasi yang disampaikan televisi.
Dalam permulaan tahun 80-an, saat televisi memasuki tahap kedua sebagai media masa, ia berkembang sangat cepat sebagai barang dagangan yang cukup mahal, namun diterima dan disukai oleh seluruh lapisan masyarakat dari seluruh bangsa di dunia (Latuheru, 1998:98). Sejak itu, televisi telah mampu menyihir dan membuat gandrung para penonton, mulai dari anak-anak sampai dewasa. Tidak heran bila sampai terjadi keributan kecil dalam sebuah keluarga hanya karena berebut menonton acara yang disukai. Televisi digandrungi masyarakat karena televisi menyajikan berbagai macam acara yang disajikan berupa hiburan, informasi, periklanan dan lainnya.
Namun munculnya beberapa TV swasta baru, baik yang cakupannya lokal maupaun nasional. Sebenarnya disambut hangat oleh publik. Hal ini lantaran publik merasa memperoleh tambahan berbagai sajian acara baru yang lebih beragam. Booming TV swasta sanggat diharapkan akan memberikan pencerahan budaya sekaligus pencerdasan melalui sajian informasi yang disampaikan secara tajam, objektif dan akurat, dengan sajian informasi yang tajam, maka akan mencerdaskan masyarakat dalam memahami berbagai persolan aktual baik di bidang ekonomi, pilitik, sosial, budaya, dan lain-lain. Disamping itu, TV juag akan memperluas wawasan masyarakat jika mereka aktif mengikuti acara dialog, debat, diskusi dan berbagai acara informatif-edukatif lain yang ditayangkan TV.
Tak dapat diingkari kehadiran beberapa TV swasta baru semakin mempertajam tingkat kompetisi bisnis pertelevisian di Indonesia. Sebagai konsekuensinya, para awak TV swasta yang ada, baik pemain lama maupun pemain baru, harus memutar otak untuk memilih strategi jitu dalam menggait pemirsa. Logikanya, jika mereka berhasil merebut simpati penonton secara luas maka sejumlah iklan akan masuk.
Yang menjadi keprihatinan ternyata sebagian TV swasta memilih strategi yang kurang tepat untuk menggaet penonton, diantaranya lewat eksploitasi anak-anak dan remaja secara berlebihan. Dan hal tersebut tampak pada tiga hal. Pertama, judul-judul sinetron selalu vulgar, menantang, dan mengandung unsur pornografi. Kedua, pemilihan aktris yang kebanyakan anak-anak dan remaja belia. Ketiga, jenis peran yang dilakoninya kurang berakar pada budaya pergaulan masyarakat Indonesia, dan bahkan sering kurang sesuai dengan tingkat  kematangan psikologis dan umur  pemerannya.
Sebenarnya sekarang ini banyak sekali tayangan televisi yang sebenarnya merupakan duplikasi dari acara luar negeri. Dalam hal ini, perusahaan televisi swata di Indonesia hanya membeli lisensi dari luar negeri untuk menayangkan acara yang sama. Duplikasi acara sebenarnya terjadi pula diantara sesama televisi nasional, walaupun dikemas dengan cara berbeda.
Melalui acara-acaranya yang sebagian besar diimpor, televisi memasyarakatkan nilai budaya asing yang longgar dan serba boleh, termasuk kepada masyarakat pedesaan yang sebenarnya memandang sebagian besar acara acara TV swasta tidak relevan dengan kebutuhan mereka, sehingga karena berondongan pesan yang asing itu, masyarakat pedesaan mengalami geger budaya. Sinetron remaja yang ramai ditayangkan di televisi Indonesia didominasi oleh konflik-konflik yang tidak menggambarkan kehidupan santun yang sesuai budaya bangsa.
Desain besar kebudayaan seringkali tak mampu mengendalikan dinamika sosial ke arah sebagaimana yang dirancangkannya. Ada perkembangan-perkembangan sosial, ekonomi, dan politik, yang memiliki orbitasi, irama, domain dan dinamikanya sendiri. Sekurang-kurangnya, itulah yang terjadi pada perkembangan pertelevisian kita, khususnya televisi swasta. Kita hendak mendesain televisi sebagai institusi media yang, antara lain, memiliki fungsi informatif-edukatif, membentuk kepribadian bangsa, bertujuan menangkal pengaruh budaya asing, menjadi tuan rumah di negeri sendiri, atau memelihara dan melestarikan budaya adiluhung. Dengan televisi kita hendak mendefinisikan kehidupan bangsa ke arah yang sesuai dengan desain besar kebudayaan, yang disebut kebudayaan nasional.
Tetapi ternyata televisi kita telah berkembang tidak sesuai dengan desain kebudayaan dan berkembang hanya menjadi media hiburan, yang dapat dilhat dari dominasi hiburan pada acara-acaranya. Tetapi hanya menjadi media hiburan bukanlah perkara sederhana, ternyata. Untuk hanya menjadi media hiburan, harus melalui evolusi perkembangan yang panjang, melalui transformasi dari masyarakat yang bertata agraris ke industrial, bahkan hanya dapat berlangsung setelah kita memasuki jaman yang oleh para ahli komunikasi disebut sebagai hasil revolusi komunikasi. Dalam spektrum makro, ini merupakan konsekuensi dari masuknya komponen-komponen yang kemudian menjadi bagian integral dari sistem pertelevisian, baik secara organisasional maupun institusional. Televisi swasta identik dengan modal besar, pemanfaatkan teknologi dan produk teknologi canggih (hi-tech), dikelola dengan manajemen modern dan oleh tenaga-tenaga profesional; di sisi lain, ia sepenuhnya melayani; permintaan dan selera pemirsa serta bergantung pada pengiklan. Berpayah-payah kita membangun televisi, dengan menghadirkan komponen-komponen institusional yang dahsyat itu hanya untuk menjadikan televisi sebagai media hiburan.
Ini menjadi semacam penegasan, bahwa budaya televisi yang terselenggara telah "menyimpang" dari fungsi ideal media massa, yakni integrasi antara fungsi-fungsi informasi, pendidikan, kontrol sosial, dan hiburan. Nilai-nilai yang menyemangati perilaku pasar dan sistem kapital(isme), yang masih malu-malu kita sambut kehadirannya, memulas wajah budaya dan menjadi mode of production stasiun televisi. Cara kerja, sistem yang mengatur hubungannya dengan lembaga-lembaga terkait, serta layanannya terhadap khalayak pemirsa, mencerminkan budayanya yang berwajah ekonomi. Dengan titik tolak inilah kita berbicara soal budaya televisi kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar